Menjelang penutupan tahun fiskal, pasar saham global, termasuk Bursa Efek Indonesia, diprediksi memasuki “Periode Emas” yang ditandai oleh konvergensi dua fenomena musiman: Window Dressing dan Santa Claus Rally. Kombinasi kedua momentum ini secara historis kerap menjadi katalisator penguatan harga saham, menawarkan potensi keuntungan optimal bagi investor yang sigap.
Window Dressing adalah manuver strategis yang dilakukan oleh manajer investasi, manajer dana, dan institusi besar lainnya. Aksi ini bertujuan untuk “mempercantik” tampilan portofolio sebelum publikasi laporan kinerja tahunan, yang biasanya jatuh pada akhir Desember.
Aktivitas ini melibatkan akumulasi saham-saham dengan kinerja fundamental dan teknikal yang superior, sekaligus melepas aset-aset yang kurang menarik. Dampaknya, saham-saham berkapitalisasi besar, likuid, dan konstituen dari indeks utama (seperti LQ45 atau IDX30) seringkali mengalami lonjakan harga yang signifikan.
Paralel dengan Window Dressing, pasar akan didorong oleh Santa Claus Rally, yaitu pola penguatan harga saham yang biasa terjadi pada pekan terakhir Desember hingga beberapa hari pertama di Januari.
Pertemuan dua momentum kuat ini menciptakan dorongan bullish yang intensif. Jika didukung oleh kondisi makroekonomi yang stabil dan sentimen global yang kondusif, efeknya tidak hanya sebatas reli jangka pendek, tetapi berpotensi menjadi fondasi bagi “Januari Effect” atau awal dari tren positif di kuartal pertama tahun berikutnya.
Melihat potensi penguatan pasar di bulan Desember, analis menyusun daftar saham yang dinilai menarik untuk dipantau. Berikut ringkasannya:
1. INET
PT. Sinergi Inti Andalan Prima, Tbk. (INET) baru saja merilis laporan keuangan Q3 tahun ini, melihat dari angka tersebut inet mengalami lonjakan kenaikan pendapatan sebesar Rp. 68,60 miliar atau sekitar 195% dari pendapatan tahun sebelumnya yang hanya Rp. 23,28 miliar. Pertumbuhan ini turut mendorong laba kotor perusahaan menjadi Rp. 32,42 miliar, naik tiga kali lipat dari tahun lalu. Perusahaan membukukan kinerja keuangan yang melonjak impresif, dengan laba bersih melonjak 819% menjadi Rp19,37 miliar, dari sebelumnya Rp2,10 miliar. Kinerja ini didukung oleh laba usaha yang tumbuh lebih dari 900% hingga mencapai Rp25,27 miliar, serta peningkatan EBITDA yang signifikan menjadi Rp35,35 miliar, menandakan efisiensi operasional dan arus kas yang kuat. Posisi keuangan perusahaan turut menguat seiring langkah ekspansi, di mana total aset hampir berlipat ganda menjadi Rp454,59 miliar (dari Rp229,85 miliar), meskipun diiringi dengan peningkatan liabilitas menjadi Rp93,07 miliar.
Pasalnya saat ini PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) mengumumkan rencana ambisius untuk mengakselerasi ekspansi infrastruktur digital dengan menerbitkan saham baru melalui skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau Rights Issue senilai total Rp3,2 triliun. Aksi korporasi ini bertujuan menempatkan INET sebagai “tulung punggung infrastruktur digital Indonesia”, berfokus pada proyek generasi mendatang, termasuk perluasan Fiber to the Home (FTTH) dan pengembangan sistem kabel laut. Mayoritas dana segar tersebut, yakni Rp2,8 triliun, akan dialokasikan kepada anak usaha PT Garuda Prima Internetindo (GPI) untuk membangun 2 juta koneksi FTTH berbasis Wi-Fi 7 di Bali dan Lombok. Selain itu, Rp213 miliar akan disalurkan ke PT Pusat Fiber Indonesia (PFI) untuk pembayaran IRU kabel laut, dan Rp135 miliar untuk rollout FTTH di Jawa oleh PT Internet Anak Bangsa (IAB), sementara sisanya untuk modal kerja operasional.
Dengan begini analis menilai ekspektasi dari kenaikan laporan pendapatan INET pada tahun buku 2025 akan mengalami lonjakan sekitar 200% dari tahun sebelumnya. Dari yang sebelumnya di angka Rp. 30 miliar menjadi Rp. 95 miliar lebih berkat adanya right issue tersebut.
2. ENRG
PT. Energi Mega Persada Tbk (ENRG) membukukan kinerja positif sepanjang sembilan bulan pertama 2025. Penjualan bersih naik 13% menjadi USD361 juta, EBITDA tumbuh 24% menjadi USD224 juta, dan laba bersih meningkat 9% menjadi USD56 juta.
Direktur Utama ENRG, Syailendra S. Bakrie, menyebut peningkatan tersebut ditopang efisiensi operasional dan penguatan produksi. Produksi minyak naik 6% menjadi 8.381 barel per hari, sementara harga jual gas naik 7% menjadi USD6,79 per mcf. Dari sisi profitabilitas, laba bruto melonjak 39% meski beban operasional hanya naik 3%, mendorong laba usaha tumbuh lebih dari 30%.
Dalam temuan terbaru emiten menemukan gas baru dalam pengeboran eksplorasi di Kontrak Kerja Sama (KKS) Sengkang, Sulawesi Selatan (Sulsel). Dari data yang didapatkan jika diakumulasi ke Cadangan yang sudah ada artinya blok tersebut memiliki Cadangan sebesar 83.335 MMBoe setelah penambahan Cadangan yang sebelumnya sebesar63.288 MMBoe.
Analis melihat potensi yang lebih besar lagi dari hasil eksplorasi oleh emiten sendiri di beberapa blok yang belum tereskpos. melihat dari laporan keuangan tahunan, pada tahun 2025 ENRG berpotensi mengalami kenaikan pendapatan sekitar 8% atau 541,5 USD lebih tinggi dibandingkan dengan angka pendapatan tahun lalu sebesar 494 juta USD. Dengan masuknya ENRG ke MSCI Global Small Cap Index.
3. TINS
PT. Timah, Tbk. (TINS) diproyeksikan memiliki kinerja prospektif hingga akhir 2025, didorong oleh masuknya aset signifikan dari pemerintah. Aset tersebut berupa enam unit smelter yang sebelumnya disita dari aktivitas penambangan ilegal di kawasan konsesi TINS di Bangka Belitung.
Nilai aset sitaan yang diterima TINS ini diperkirakan mencapai antara Rp6 triliun hingga Rp7 triliun. Penyerahan smelter ini diharapkan secara langsung meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi operasional perusahaan.
Selain itu, TINS juga berpotensi meraup nilai tambah besar dari kandungan tanah jarang (monasit) yang ditemukan pada aset tersebut, dengan potensi nilai jual mencapai US$200.000 per ton. Masuknya aset bernilai tinggi ini menjadi kunci bagi TINS untuk memperkuat posisi dan meraih pertumbuhan yang signifikan di masa mendatang.
Dengan dibatalkan nya TINS untuk masuk kedalam MSCI Global Small Cap Index karena alasan FCA, justru menjadikan TINS kandidat yang sangat kuat untuk masuk ke MSCI pada bulan februari 2026 mendatang.
4. KETR
Pt. Ketrosdean Triasmitra Tbk. (KETR) memiliki prospek yang cukup menarik untuk dipantau. Pasalnya dalam laporan keuangan tahun 2025 emiten sudah melewati pendapatan dari tahun 2024. Dari yang sebelumnya hanya Rp. 556 miliar menjadi Rp. 608 miliar pada Q3 2025. Hal ini menunjukkan peningkatan pendapatan dari emiten mengingat kebutuhan jaringan telekomunikasi pada saat ini sudah mengalami kemajuan dan memberikan kebutuhan yang cukup tinggi.
KETR juga terkena dampak dari Right issue INET dimana mereka menggunakan jaringan FTTH milik KETR melalui anak usaha dan jaringan bawah laut yang dimiliki oleh KETR ini sendiri. selain itu Prospek KETR didukung oleh kebutuhan yang terus meningkat akan bandwidth data, pengembangan teknologi jaringan baru (seperti Wi-Fi 7), dan perluasan infrastruktur data center di Indonesia, yang semuanya bergantung pada jaringan serat optik yang kuat dan andal. Tak heran jika emiten ini memiliki prospek baik dimasa mendatang seperti halnya kebutuhan masyarakat akan jaringan internet yang terus bertambah sedemikian rupa.
Technical Analysis
1. INET

Buy on Support
Entry: 610-660
TP 1: 740
TP 2: 945
TP 3: 1410
SL< 550
- ENRG

Buy On Support
Entry: 1170-1200
TP 1: 1470
TP 2: 1725
TP 3: 2070
SL< 1110
- TINS

Buy On Support
Entry: 3220-3300
TP 1: 3400
TP 2: 4450
TP 3: 5000
SL< 3040
- KETR

Buy On Breakout
Entry: 530-565
TP 1: 635
TP 2: 760
TP 3: 840
SL< 510
Disclaimer On
Buletin ini dimaksudkan untuk tujuan informasi dan bukan sebagai dasar untuk membeli dan menjual keputusan. Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Klien harus mengetahui dan memahami risiko di Pasar Modal dan memahami isi buletin sebelum mengambil tindakan terkait. Oleh karena itu, PT Fawz Finansial Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung atau tidak langsung yang diderita oleh klien sebagai akibat dari penggunaan informasi dalam buletin ini.
By Zikri Fawz Finansial Indonesia

