[Medan | 11 Desember 2025] Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tiba-tiba berbalik turun dalam pada sesi II perdagangan hari ini, dengan anjlok 1,50% ke level 8.570. Padahal, pada pembukaan pagi tadi IHSG sempat menguat hingga 8.720, mengikuti optimisme awal pasar setelah The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps semalam, yang biasanya menjadi katalis positif bagi pasar modal.
Sayangnya, euforia tersebut tak bertahan lama. Aksi jual melanda pasar Asia menyusul kejatuhan saham Oracle di Amerika Serikat yang anjlok lebih dari 10% dalam perdagangan lanjutan. Kejatuhan ini menjadi pemicu utama pelemahan sektor teknologi global dan menekan indeks saham Asia, termasuk Indonesia.
Penyebab Kejatuhan Saham Oracle
Saham Oracle jatuh karena pendapatan dari bisnis cloud mereka tidak sesuai harapan pasar. Investor sebelumnya sudah optimistis karena Oracle gencar membangun pusat data dan infrastruktur untuk kebutuhan AI. Namun, pendapatan dari proyek-proyek tersebut ternyata belum masuk secepat yang diharapkan, sehingga pasar langsung bereaksi dengan aksi jual besar-besaran.
Dalam laporan terbarunya, Oracle mencatat pendapatan US$16,1 miliar, naik 14% dari tahun lalu tetapi tetap sedikit di bawah proyeksi analis. Laba per saham (EPS) memang terlihat lebih baik, tetapi peningkatan itu banyak berasal dari keuntungan satu kali dari penjualan saham Ampere, sehingga dianggap tidak mencerminkan kekuatan bisnis inti perusahaan.
Selain itu, Oracle juga mengumumkan lonjakan besar dalam belanja modal (capex) untuk membangun pusat data AI, dengan kabar bahwa kebutuhan investasi tahunan bisa mendekati US$50 miliar. Angka yang sangat besar ini menimbulkan kekhawatiran bahwa arus kas dan margin perusahaan akan tertekan dalam jangka pendek, meskipun Oracle memiliki backlog kontrak AI yang mencapai US$523 miliar.
Sebagai salah satu pemain penting dalam infrastruktur cloud global, laporan Oracle dipandang sebagai indikator arah teknologi AI secara keseluruhan. Ketika hasilnya mengecewakan, pasar langsung menilai bahwa permintaan terkait AI mungkin mulai melambat. Akibatnya, indeks teknologi Asia melemah hingga sekitar 1,6%, sementara saham SoftBank di Tokyo ikut jatuh lebih dari 8%. Koreksi ini menyebar cepat ke pasar regional lainnya, memicu risk-off dan meningkatkan tekanan jual di IHSG.
Meskipun permintaan terhadap teknologi AI sebenarnya masih kuat, pasar saat ini berada dalam fase sensitif setelah reli panjang sepanjang tahun. Ekspektasi yang sangat tinggi membuat kinerja perusahaan teknologi yang sedikit meleset langsung memicu reaksi berlebihan. Kombinasi faktor tersebut membuat investor domestik lebih berhati-hati, memilih melakukan aksi ambil untung dan mengurangi risiko, sehingga memperdalam tekanan pada IHSG di sesi II.
Panic Selling, Buy or Hold?
Tekanan jual di pasar global membuat investor kini perlu lebih hati-hati. Untuk jangka pendek, arah IHSG masih bergantung pada dua hal: aliran dana asing dan stabilisasi indeks teknologi global setelah kejatuhan Oracle. Jika outflow asing berlanjut, tekanan IHSG bisa masih terasa hingga beberapa hari ke depan.
Dalam kondisi ini, belum saatnya panic selling, tetapi juga belum ideal untuk agresif membeli. Investor disarankan menunggu tanda stabilisasi terlebih dahulu. Pelemahan hari ini bisa menjadi peluang akumulasi ringan, namun fokus pada saham defensif atau emiten berfundamental kuat.
Untuk sementara, langkah paling aman adalah hold, sambil memonitor pergerakan global dan respons pasar terhadap keputusan The Fed. Jika volatilitas mereda, peluang pemulihan IHSG tetap terbuka.

