[Medan | 7 November 2025] Shutdown pemerintah Amerika Serikat (AS) memasuki hari ke-36 pada Rabu (5/11/2025), memecahkan rekor sebagai penutupan pemerintah terpanjang dalam sejarah AS. Krisis ini terjadi karena jalan buntu antara Partai Republik dan Demokrat di Senat terkait pendanaan lembaga-lembaga federal, termasuk isu layanan kesehatan dan subsidi sosial.
Shutdown kali ini melampaui rekor 35 hari yang terjadi pada masa jabatan pertama Presiden Donald Trump (Desember 2018 – Januari 2019). Hingga saat ini, tidak ada resolusi jelas, dan ribuan pegawai federal bekerja tanpa bayaran atau dirumahkan. Layanan pemerintah di berbagai sektor penting, termasuk bantuan pangan SNAP, transportasi, dan pengawasan bandara, mengalami gangguan.
Dampak sektor transportasi sangat terasa. Lebih dari 60.000 pengatur lalu lintas udara dan petugas keamanan bandara (TSA) bekerja tanpa gaji, menimbulkan risiko penundaan penerbangan besar-besaran, terutama menjelang musim liburan Thanksgiving. Kementerian Perhubungan memperingatkan potensi kekacauan di bandara jika shutdown berlanjut lebih dari enam pekan.
Dari sisi sosial, jutaan warga AS merasakan dampak langsung: bantuan pangan terhenti, guru harus menanggung biaya makanan tambahan untuk siswa, dan layanan publik dasar mengalami keterlambatan. Partai Demokrat bersikeras bahwa pendanaan pemerintah baru dapat dipulihkan jika ada perlindungan terhadap akses layanan kesehatan bagi jutaan warga. Partai Republik, di sisi lain, menuntut pemerintah dibuka kembali terlebih dahulu sebelum membahas isu tersebut.
Negosiasi tetap berlangsung di balik layar. Senator moderat dari kedua partai meluncurkan kerangka kerja kompromi untuk menurunkan biaya asuransi kesehatan, namun belum ada kesepakatan resmi. Gedung Putih menegaskan upaya untuk memproses sebagian pembayaran SNAP agar masyarakat terdampak tidak sepenuhnya kehilangan bantuan.
Dampak ke pasar global mulai dirasakan, meski secara bertahap. Shutdown yang berkepanjangan meningkatkan ketidakpastian fiskal dan risiko ekonomi AS, yang dapat memengaruhi dolar AS, obligasi pemerintah, dan arus modal global. Investor mengamati potensi volatilitas pasar saham dan tekanan pada yield obligasi, terutama jika kebuntuan politik berlanjut hingga akhir November, bertepatan dengan periode liburan dan musim data ekonomi penting.
Pakar menekankan bahwa shutdown berkepanjangan bisa menekan pertumbuhan ekonomi AS sementara meningkatkan risiko gangguan rantai pasok internasional, mengingat dominasi AS dalam perdagangan dan logistik global. Pasar global kemungkinan akan tetap sensitif terhadap setiap indikasi kompromi politik atau perpanjangan shutdown, sehingga investor global terus memantau perkembangan legislatif AS secara ketat.

