[Medan | 23 April 2025] Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75% pada pertemuan April 2025.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai bahwa keputusan tersebut mencerminkan kebijakan moneter yang mengedepankan stabilitas, khususnya dalam menjaga nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global yang meningkat, akibat perang dagang antara negara-negara besar, tekanan inflasi akibat kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), serta meningkatnya volatilitas di pasar keuangan internasional.
Kondisi nilai tukar rupiah sendiri menunjukkan tekanan yang cukup kuat. Pada perdagangan Selasa (22/4), rupiah ditutup melemah 0,31% ke level Rp16.860 per dolar AS dibanding penutupan sehari sebelumnya di level Rp16.807. Melemahnya rupiah ini mencerminkan tekanan eksternal yang signifikan, terutama dari sentimen risk-off global yang mendorong investor untuk beralih ke aset-aset safe haven.
Josua juga menyoroti potensi pelebaran defisit transaksi berjalan (CAD) Indonesia dalam jangka pendek dan menengah, seiring dengan kebijakan fiskal pemerintah yang mendorong pertumbuhan melalui peningkatan belanja infrastruktur dan impor.
Dalam kondisi seperti ini, BI dinilai cenderung berhati-hati untuk tidak menurunkan suku bunga, karena pemangkasan bunga justru berisiko memperbesar CAD dan menekan stabilitas eksternal, terutama ketika ekspor Indonesia mulai menghadapi hambatan akibat perang tarif global yang berkepanjangan.
Ia memperkirakan CAD Indonesia berpotensi mencapai 1,18% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025, meningkat signifikan dibandingkan kuartal IV-2024 yang mencatat defisit sebesar US$1,1 miliar atau sekitar 0,3% dari PDB. Jika ketegangan dagang memburuk dan negosiasi antara Indonesia dan AS tidak membuahkan hasil yang konstruktif, Josua menilai CAD bisa kembali melebar di kisaran tambahan 0,19% hingga 0,29% dari PDB.
Dengan latar belakang tersebut, BI diprediksi akan tetap mempertahankan pendekatan pro-stabilitas, menjaga suku bunga di level saat ini sambil terus memantau kondisi global dan domestik yang bergerak dinamis. Keputusan ini dipandang sebagai langkah preventif untuk menjaga kepercayaan investor dan menahan tekanan pada rupiah serta sektor eksternal Indonesia.