[Medan | 2 September 2025] Surplus neraca perdagangan barang Indonesia pada Juli 2025 tercatat sebesar US$ 4,17 miliar, hanya naik tipis dibanding bulan sebelumnya yang mencapai US$ 4,10 miliar. Kenaikan ini dinilai masih terbatas karena meningkatnya impor dan melebaranya defisit minyak dan gas (migas).
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa ekspor tumbuh secara bulanan, tetapi hampir seimbang dengan kenaikan impor. Di sisi lain, defisit migas yang melebar turut mengurangi tambahan surplus dari sektor nonmigas.
Surplus nonmigas meningkat dari US$ 5,22 miliar pada Juni menjadi US$ 5,75 miliar pada Juli. Namun defisit migas melebar dari US$ 1,11 miliar menjadi US$ 1,58 miliar sehingga peningkatan surplus bersih hanya terbatas.
Secara bulanan, ekspor tumbuh 5,60 persen sementara impor naik 6,43 persen. Adapun secara tahunan, ekspor naik 9,86 persen sementara impor justru turun 5,86 persen.
Josua menilai penurunan impor barang konsumsi dan bahan baku secara tahunan lebih disebabkan efek basis dan penyesuaian persediaan, bukan melemahnya permintaan domestik. Juli cenderung netral setelah puncak Ramadan–Lebaran di kuartal II.
Data BPS menunjukkan impor barang konsumsi turun 2,47 persen dan bahan baku turun 11,94 persen secara tahunan. Namun secara bulanan, keduanya meningkat masing-masing 12,52 persen dan 6,16 persen. Hal ini menandakan industri mulai kembali mengisi stok setelah menahan pembelian pada periode sebelumnya.
Dari sisi ekspor, kenaikan terutama ditopang sektor nonmigas seperti lemak dan minyak nabati, besi baja, produk kimia, mesin dan peralatan, serta logam mulia. Sementara ekspor bahan bakar mineral masih melemah. Industri pengolahan menjadi penopang utama ekspor, sedangkan tambang masih lebih rendah dibanding tahun lalu.
Survei PMI manufaktur Agustus yang naik ke level 51,5 dari 49,2 di Juli mengindikasikan aktivitas manufaktur kembali ekspansi. Pesanan baru meningkat, termasuk untuk ekspor, aktivitas pembelian bertambah, dan tenaga kerja naik, sehingga stok bahan baku kembali diisi untuk mendukung produksi.
Dari sisi harga komoditas, batubara pada akhir Agustus berada di kisaran US$ 109–110 per ton, CPO di US$ 1.036,5 per ton, dan nikel di US$ 15.421 per ton. Harga-harga ini dinilai masih menopang ekspor meski kinerja pada semester II diperkirakan normal setelah lonjakan pembelian awal tahun akibat tarif balasan Amerika Serikat.
Josua mengingatkan kebijakan tarif global masih berpotensi menekan ekspor dan secara bertahap memperlebar defisit transaksi berjalan. Meski demikian, inflasi domestik yang rendah di level 2,31 persen pada Agustus 2025 membuat tekanan harga tetap terkendali.
Dengan kombinasi faktor tersebut, neraca perdagangan diperkirakan masih akan mencatat surplus stabil dalam beberapa bulan mendatang, meski besarnya surplus kemungkinan tidak jauh berbeda dengan pola beberapa bulan terakhir. Perbaikan surplus nonmigas akan terus berbenturan dengan defisit migas yang sensitif terhadap pergerakan harga minyak dunia.