[Medan | 18 Juni 2025] Federal Reserve (The Fed) diprediksi akan kembali menahan suku bunga acuannya untuk keempat kali secara berturut-turut dalam pertemuan kebijakan bulan Juni ini. Langkah ini mencerminkan kehati-hatian otoritas moneter Amerika Serikat di tengah meredanya tekanan inflasi dan risiko ekonomi global yang masih tinggi.
Faisal Rachman, Kepala Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan PermataBank, menyatakan bahwa tensi perang dagang yang sebelumnya membebani ekonomi AS diperkirakan akan berkurang berkat kemajuan positif dalam negosiasi dagang antara AS dan sejumlah mitra strategisnya. Kondisi ini turut meredakan potensi ancaman resesi, sehingga The Fed tidak lagi memiliki urgensi untuk memangkas suku bunga secara agresif.
Namun demikian, ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran tetap menjadi sumber ketidakpastian global yang bisa mengerek inflasi, terutama dari sisi harga energi. Meski begitu, Faisal memperkirakan bahwa konflik di Timur Tengah berpotensi mereda dalam jangka menengah, seiring sikap Amerika Serikat yang memilih untuk tidak terlibat langsung dan mendorong penyelesaian secara diplomatis. Stabilitas kawasan ini dinilai dapat membantu menenangkan pasar minyak dunia.
Di luar The Fed, bank sentral utama lainnya juga tampak mengambil pendekatan serupa. PermataBank menilai bahwa Bank Indonesia (BI), Bank of Japan (BoJ), Bank of England (BoE), serta People’s Bank of China (PBoC) kemungkinan akan mempertahankan suku bunga acuannya masing-masing, mengingat kondisi global yang masih diliputi ketidakpastian dan potensi volatilitas pasar yang tinggi.
Sebagai catatan, Bank of Japan dalam pertemuan yang berakhir pada Selasa (17/6/2025) tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 0,5%. Gubernur Kazuo Ueda juga mengumumkan bahwa BoJ akan memperlambat normalisasi kebijakan pembelian obligasi mulai tahun depan, sebagai bagian dari langkah hati-hati dalam menjaga stabilitas pasar keuangan domestik.