[Medan | 3 Juli 2025] Intelijen AS mengungkap bahwa militer Iran telah memuat ranjau laut ke kapal-kapal di Teluk Persia selama Juni, sebagai respons terhadap serangan rudal Israel ke fasilitas Iran.
Meski ranjau tersebut belum diledakkan, langkah ini menunjukkan kesiapan Iran untuk menutup atau membatasi akses Selat Hormuz, jalur laut utama yang membawa sekitar 20% pasokan minyak dan gas global.
Ancaman ini memicu kekhawatiran di Washington dan negara konsumen energi besar karena potensi gangguan pasokan bisa mengerek harga minyak tajam. Namun, dampak riilnya belum terjadi: meski pasar sempat cemas, harga minyak global justru turun lebih dari 10% sejak eskalasi konflik, menandakan pasar meyakini bahwa blokade pengerahan ranjau bersifat simbolik atau hanya ancaman.
Meski pihak parlemen Iran menyetujui ide blokade non-mengikat pada 22 Juni, keputusan final berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran. Menurut pejabat AS, penggunaan ranjau bisa jadi hanya strategi intimidasi geopolitik, atau sebaliknya, persiapan serius jika situasi memburuk.
Di sisi militer, AL AS dan sekutunya mempertahankan sejumlah kapal anti-mina, termasuk littoral combat ship, untuk memastikan navigasi tetap aman, sementara ranjau Iran, yang jumlahnya ribuan, tetap menjadi ancaman nyata.
Adapun ancaman Iran untuk menebar ranjau di Selat Hormuz berpotensi mendorong lonjakan tajam harga minyak, mengingat jalur ini menyalurkan sekitar 20% pasokan minyak global. Meski pasar saat ini masih relatif tenang karena aksi belum terjadi, jika gangguan benar-benar terjadi, harga minyak bisa melonjak dalam waktu singkat. Namun, dampaknya bisa bersifat sementara karena pasokan global masih cukup longgar dan cadangan strategis negara besar siap digunakan.