[Medan | 18 Desember 2025] Pemerintah mulai merealisasikan agenda besar hilirisasi nasional secara bertahap. Dari total 18 proyek lintas sektor yang telah direncanakan, sebanyak 5–6 proyek hilirisasi dijadwalkan mulai memasuki tahap groundbreaking pada awal Januari 2026.
CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani, menyampaikan bahwa proyek-proyek tersebut menjadi fase awal implementasi hilirisasi yang telah dilaporkan langsung kepada Presiden. Tahap awal ini difokuskan pada proyek-proyek dengan kesiapan paling matang, baik dari sisi studi kelayakan maupun struktur pendanaan.
Pada fase awal, proyek hilirisasi yang akan mulai dikerjakan mencakup pembangunan smelter berbasis mineral, alumina refinery, bioavtur refinery, serta pengembangan bioetanol. Khusus proyek bioavtur, nilai investasinya diperkirakan mencapai US$1,1 miliar, menjadikannya salah satu proyek terbesar pada tahap awal ini.
Selain sektor energi dan mineral, Danantara juga menyiapkan proyek hilirisasi berbasis komoditas kelapa, serta pengembangan industri unggasan yang tengah dikaji di wilayah Malang dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Proyek-proyek tersebut diarahkan untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus memperluas basis industri berbasis domestik.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan Presiden Prabowo Subianto menargetkan 18 proyek hilirisasi prioritas dapat mulai direalisasikan sepanjang 2026. Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi yang dipimpin Bahlil telah menyerahkan dokumen pra-feasibility study kepada BPI Danantara sebagai dasar percepatan eksekusi.
Pemerintah meminta Danantara untuk menyelesaikan feasibility study seluruh proyek tersebut sebelum akhir 2025, agar proses konstruksi dapat dimulai tepat waktu pada 2026.
Secara keseluruhan, 18 proyek hilirisasi ini diperkirakan menyerap investasi lebih dari Rp16 triliun. Pemerintah menilai proyek-proyek tersebut berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, serta memperkuat substitusi impor melalui pengembangan produk bernilai tambah, termasuk proyek dimethyl ether (DME) sebagai pengganti LPG.

