[Medan | 11 Desember 2025] Bank Indonesia (BI) kembali meningkatkan suplai instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan menaikkan frekuensi lelang menjadi dua kali per minggu, dari sebelumnya hanya sekali. Langkah ini membuat penyerapan SRBI sepanjang bulan ini mencapai Rp35,5 triliun, setelah bulan November mencatat total Rp102 triliun.
Kenaikan suplai ini mendorong weighted-average rate SRBI kembali ke kisaran 5%, naik tipis setelah sempat bergerak di bawah 5% pada September–November. Namun yield tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan puncak 7,3% di awal tahun. Akibatnya, outstanding SRBI kini setara 8,4% dari total deposito perbankan, sedikit di atas rata-rata tiga bulan terakhir di 8,1%.
Secara keseluruhan, langkah BI ini menunjukkan upaya fine-tuning likuiditas, yaitu mengatur jumlah uang yang beredar di perbankan secara halus. Dengan cara ini, BI menyerap sebagian dana jangka pendek sambil menjaga stabilitas rupiah, tanpa harus mengubah suku bunga acuan. Pendekatan ini membantu pasar tetap stabil dan mencegah likuiditas berlebihan atau kekurangan di sistem perbankan.
Dampak ke Pasar Modal Indonesia
1. IHSG Netral–Positif
Peningkatan penerbitan SRBI membuat sebagian dana di perbankan terserap ke instrumen jangka pendek dengan yield sekitar 5%. Meski demikian, outstanding SRBI sebesar 8,4% masih tergolong wajar, sehingga efek ke IHSG bersifat ringan dan tidak sampai memicu tekanan jual besar.
2. Rupiah Stabil-Menguat
Penyerapan dana lewat SRBI membantu mengurangi kelebihan likuiditas, sehingga permintaan dan penawaran valuta asing lebih seimbang. Akibatnya, rupiah tetap stabil dan volatilitas nilai tukar dapat terjaga.
3. Big Caps dan Sektor Domestik Diuntungkan
Stabilnya rupiah dan yield SRBI yang menarik membuat investor, termasuk asing, lebih nyaman menahan atau menambah posisi di saham, terutama big caps. Adapun sektor yang diuntungkan:
– Perbankan (risiko kredit menurun karena stabilitas makro)
– Consumer (daya beli masyarakat lebih stabil karena harga barang tidak terlalu terpengaruh fluktuasi rupiah)
– Healthcare (biaya impor alat medis dan obat lebih terkendali, margin lebih aman)
– Teknologi/digital (biaya impor lebih terkendali)
4. Sektor Eksportir Perlu Hati-hati
Eksportir dan beberapa komoditas ekspor seperti CPO dan tekstil kurang diuntungkan karena keuntungan mereka sangat tergantung pada nilai tukar rupiah. Pendapatan mereka dalam dolar, dan rupiah yang stabil membuat nilai tukar tidak sebesar saat rupiah melemah, sehingga margin dan keuntungan lebih kecil dibanding kondisi rupiah lemah.
5. Pasar Obligasi Cenderung Datar
SRBI yang menawarkan yield menarik jangka pendek bisa sedikit mengalihkan minat dari SBN tenor pendek, tapi efeknya kecil karena investor jangka panjang seperti dana pensiun dan asuransi tetap dominan.

