[Medan | 13 November 2025] Berakhirnya government shutdown Amerika Serikat (AS) semakin dekat setelah Senat AS meloloskan rancangan undang-undang (RUU) pendanaan sementara dengan hasil voting 60–40 pada Senin (10/11). RUU tersebut kini dikirim ke House of Representatives untuk pemungutan suara akhir sebelum disahkan Presiden Joe Biden.
RUU ini akan membuka kembali operasional pemerintahan federal hingga 30 Januari 2026, mencegah penutupan berkepanjangan dan mengakhiri ketidakpastian fiskal yang sempat mengguncang pasar global selama lebih dari sebulan.
Kabar positif dari Washington langsung direspons pasar. Sentimen penguatan Wall Street pasca-lolosnya RUU tersebut menular ke kawasan Asia, mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi melanjutkan penguatan.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menilai dampak langsung berakhirnya shutdown terhadap IHSG memang terbatas, namun efeknya terhadap selera risiko global sangat signifikan.
“Kenaikan indeks Dow Jones dan S&P 500 mendorong sentimen positif di Asia, termasuk Indonesia. Selain itu, dengan berakhirnya shutdown, data ekonomi penting seperti nonfarm payroll dan inflasi (CPI) AS Oktober bisa kembali dirilis,” ujar Liza kepada Kontan, Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, jika data menunjukkan tanda perlambatan ekonomi AS, peluang The Fed memangkas suku bunga pada Desember akan meningkat. “Suku bunga turun berarti dolar AS cenderung melemah, rupiah berpotensi menguat, dan kondisi itu mendorong risk-on sentiment global. Aliran dana ke pasar emerging market seperti Indonesia bisa meningkat lebih deras,” katanya.
Meski demikian, Liza menekankan, masuknya arus dana asing masih akan selektif. “Potensi inflow terbuka karena ketidakpastian global berkurang, tetapi pergerakan modal asing akan bergantung pada kombinasi faktor seperti MSCI rebalancing dan data makro domestik,” ujarnya.
Dari sisi sektoral, ia menilai sektor perbankan, konsumsi siklikal, dan komoditas berpeluang diuntungkan dari peningkatan selera risiko global serta momentum musim belanja akhir tahun. “Selain itu, saham-saham konglomerasi besar yang masuk radar MSCI berpotensi menjadi incaran karena bisa menampung inflow passive fund yang signifikan dan ikut mengangkat IHSG lebih tinggi,” tambah Liza.
Secara fundamental, Liza menilai kondisi ekonomi Indonesia tetap solid. “Pertumbuhan ekonomi kuartal III di atas ekspektasi, PMI masih ekspansif, Indeks Keyakinan Konsumen naik, dan neraca perdagangan masih surplus. Semua ini menunjukkan dasar fundamental yang kuat,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa dalam jangka pendek, IHSG masih akan sensitif terhadap dinamika global dan pergerakan teknikal di area all time high, sembari menunggu konfirmasi resmi berakhirnya shutdown dari hasil voting di DPR AS.

