[Medan | 11 Juli 2025] Debut saham PT Prima Multi Usaha Indonesia Tbk (PMUI) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu 10 Juli 2025, berlangsung mengecewakan.
Alih-alih membuka perdagangan dengan apresiasi pasar seperti IPO-IPO lainnya, saham PMUI justru langsung menyentuh auto reject bawah (ARB), turun 15% dari harga penawaran Rp180 menjadi Rp153 per saham.
Penurunan tajam ini terjadi di tengah kabar yang menyebutkan bahwa underwriter, yaitu PT Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), diduga tidak menyerap sisa saham publik dalam skema full commitment.
Rumor ini memicu spekulasi bahwa IPO PMUI sempat nyaris gagal karena hanya sekitar 25% saham yang terserap publik. Sisa saham disebut harus diserap oleh investor institusi secara mendadak agar pencatatan tidak dibatalkan.
Menanggapi isu tersebut, Direktur Utama PMUI, Agus Susanto, membantah adanya wanprestasi dari underwriter. Ia menjelaskan bahwa keterlambatan pencatatan satu hari bukan karena kegagalan penjamin emisi, tetapi semata karena persoalan administratif dan teknis dari pihak perusahaan. Agus menegaskan seluruh saham yang ditawarkan telah terserap sepenuhnya, dan tidak ada saham yang dibeli oleh manajemen.
Sebagai informasi, PMUI adalah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi dan perdagangan produk telekomunikasi, termasuk perangkat, aksesoris, serta voucher pulsa dan data, dengan fokus utama pada produk milik PT XL Axiata Tbk (EXCL). Selain itu, perseroan juga mulai merambah bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) melalui anak usahanya, yang menjadi bagian dari strategi diversifikasi bisnis ke sektor kebutuhan harian.
Dalam aksi korporasi ini, PMUI melepas 1,16 miliar saham baru atau setara 20% dari modal disetor, dengan target penghimpunan dana sebesar Rp208,8 miliar. Dana hasil IPO akan digunakan antara lain untuk membeli tanah dan bangunan terkait afiliasi (26,76%), memberikan pinjaman ke anak usaha di bisnis AMDK (29,35%), serta sisanya untuk modal kerja.
Meski manajemen berupaya menenangkan pasar, aksi jual tetap mendominasi. Volume transaksi mencapai lebih dari 1,3 juta lot dengan nilai Rp20,6 miliar, namun harga saham tertekan di kisaran bawah hingga akhir perdagangan.