[Medan | 22 September 2025] Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menorehkan rekor tertinggi penutupan baru di level 8.051 pada Jumat (19/9/2025), setelah menguat 0,53% dengan net buy asing mencapai Rp2,86 triliun. Kenaikan ini cukup menarik perhatian karena terjadi di tengah fenomena September Effect atau Black September, saat pasar saham biasanya cenderung melemah.
Menurut Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas, ada dua faktor utama penggerak IHSG, yakni pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) dan sentimen reshuffle kabinet. Ia menegaskan pemangkasan BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% merupakan bensin utama reli pasar, karena langsung menurunkan cost of fund dan memperbaiki risk appetite. Sementara itu, reshuffle kabinet lebih bersifat headline risk yang masih menunggu bukti dari program 100 hari pemerintahan.
Sejak awal September, Presiden Prabowo telah dua kali melakukan reshuffle, termasuk mengganti Menteri Keuangan. Perubahan ini sempat menekan IHSG dan rupiah, namun pasar berangsur pulih setelah Menkeu baru, Purbaya Yudhi Sadewa, mengumumkan kebijakan likuiditas senilai Rp200 triliun serta sinyal pemangkasan suku bunga lanjutan.
Dalam sepekan perdagangan 15–19 September 2025, IHSG menguat 2,51% dari 7.854 menjadi 8.051. Rata-rata volume transaksi harian naik 25,14% menjadi 42 miliar lembar saham, dengan frekuensi transaksi meningkat 4,42% menjadi 2,13 juta kali. Kapitalisasi pasar juga bertambah 3,56% menjadi Rp14.632 triliun, seiring berbaliknya minat asing dengan net buy Rp3,03 triliun setelah pekan sebelumnya mencatat net sell Rp6,59 triliun.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, memproyeksikan tren kenaikan IHSG masih berlanjut setelah tembus level 7.911. Dalam skenario optimistis, indeks berpotensi menembus 8.246 pada akhir 2025, bahkan mengarah hingga 10.500 dalam kurang dari satu dekade jika momentum breakout terjaga. Meski demikian, ia mengingatkan risiko koreksi ke 7.419 tetap ada sehingga strategi buy on dip dan disiplin manajemen risiko perlu diterapkan.
Secara sektoral, saham siklikal dan properti diperkirakan memimpin penguatan, sementara sektor industri dan teknologi sudah berada di fase leading. Sektor keuangan dan nonsiklikal diprediksi membaik dalam jangka menengah. Dari faktor eksternal, prospek kondusif geopolitik dan potensi pemangkasan suku bunga The Fed pada Oktober–Desember 2025 menjadi katalis tambahan.
Dari dalam negeri, stimulus fiskal 2025 dengan formula 8+4+5 dan alokasi Rp200 triliun ke perbankan diyakini mulai berdampak pada kuartal IV/2025. Di sisi moneter, Bank Indonesia yang telah memangkas BI Rate enam kali sejak 2024 dengan total 150 bps juga memberi dukungan besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan kinerja emiten.
Dengan kombinasi faktor domestik dan global, optimisme pasar semakin kuat bahwa IHSG mampu terus mencetak rekor baru, sekaligus melawan stigma negatif September Effect.