[Medan | 15 Juli 2025] Saham-saham yang terafiliasi dengan konglomerat Prajogo Pangestu tengah menjadi sorotan utama pelaku pasar. Pada perdagangan Senin (14/7/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,56% ke level 7.087. Di tengah penguatan IHSG yang terbatas, enam saham milik grup Prajogo justru kompak menunjukkan pergerakan positif.
Berikut kinerja enam saham tersebut pada perdagangan Senin (14/7):
Emiten | Open | Low | Close | % |
PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) | 7,300 | 6,725 | 7,300 | 19,67% |
PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) | 16,400 | 15,600 | 16,900 | 17,36% |
PT Petrosea Tbk (PTRO) | 3,600 | 3,450 | 3,980 | 124,76% |
PT Barito Pacific Tbk (BRPT) | 1,930 | 1,840 | 2,100 | 16,67% |
PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) | 9,975 | 9,825 | 10,025 | 2,30% |
PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) | 500 | 500 | 500 | 25% |
Meskipun lonjakan harga saat ini didorong oleh sentimen pencabutan exceptional treatment MSCI dan antusiasme pasar terkait IPO PT Chandra Daya Investasi Abadi Tbk (CDIA), analis PT Fawz Finansial Indonesia, Zikri Habibi Djunaidi, menilai bahwa euforia saat ini hanyalah permulaan. Menurutnya, prospek saham-saham Grup Prajogo masih solid ke depan, didukung oleh faktor fundamental dan potensi aliran dana asing.
PROSPEK KEDEPAN:
1.BREN
PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi saham dengan prospek paling menjanjikan di antara emiten-emiten Grup Prajogo lainnya. Perusahaan ini baru saja menggelontorkan dana sebesar US$365 juta atau sekitar Rp5,91 triliun untuk membiayai lima proyek panas bumi milik anak usahanya, Star Energy Geothermal. Proyek-proyek tersebut berlokasi di Salak dan Wayang Windu, Jawa Barat, dan dijalankan melalui kerja sama dengan Pertamina Geothermal Energy (PGEO).
BREN saat ini merupakan produsen panas bumi terbesar di Indonesia, dan prospek BREN makin menarik karena proyek-proyeknya sejalan dengan prioritas pemerintah di sektor energi terbarukan. Pemerintah melalui Danantara, juga fokus ke sektor ini, yang membuka peluang kerja sama strategis ke depan.
Tak hanya itu, BREN juga tengah mengembangkan dua proyek geothermal baru dan tiga proyek PLTA lewat anak usahanya, Barito Wind Energy. Langkah ekspansif ini dinilai sejalan dengan target Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada 2034. Kombinasi skala produksi, proyek berkelanjutan, dan momentum kebijakan menjadikan BREN kandidat terkuat untuk masuk ke indeks MSCI dalam waktu dekat.
2. CUAN
Dalam sepekan terakhir, saham PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) melonjak hingga 50%, terutama karena aksi korporasi berupa stock split dengan rasio 1:10. Harga saham yang sebelumnya ditutup di Rp16.950 per saham pada 14 Juli 2025, kemudian terpecah menjadi Rp1.695 per saham setelah stock split. Aksi ini membuat saham CUAN jadi lebih terjangkau bagi investor ritel dan meningkatkan likuiditas di pasar.
Selain itu, CUAN juga memperluas lini bisnisnya ke sektor energi dengan mendirikan dua anak usaha baru. Pada 10 Juli 2025, CUAN mendirikan PT Volta Daya Energi Indonesia (VDEI) yang bergerak di bidang pembangkit listrik, dan sebelumnya pada 2 Juli 2025, membentuk PT Volta Energi Nusantara (VEN) sebagai entitas holding dan konsultasi manajemen energi. Diversifikasi ini menandakan CUAN mulai serius memperluas pijakan di sektor kelistrikan.
Seiring dengan pencabutan perlakuan khusus (exceptional treatment) oleh MSCI, saham CUAN kini berpeluang untuk dievaluasi masuk indeks MSCI Agustus 2025 mendatang. Meski peluangnya belum sebesar BREN karena nilai kapitalisasi yang dapat diperdagangkan masih di bawah ambang batas MSCI, langkah-langkah ekspansi dan aksi korporasi ini membuat CUAN patut dicermati.
3. PTRO
PT Petrosea Tbk (PTRO) mencatatkan serangkaian kontrak baru bernilai jumbo yang memperkuat prospek kinerja ke depan. Pada 14 Juli 2025, PTRO menandatangani kontrak jasa pengupasan dan pemindahan lapisan penutup dengan PT Barasentosa Lestari (BSL) senilai sekitar Rp3,5 triliun untuk jangka waktu lima tahun. Sebelumnya, pada 26 Februari 2025, PTRO juga mengantongi kontrak senilai Rp4,03 triliun dari PT Bara Prima Mandiri dan PT Niaga Jasa Dunia (NJD), dengan target produksi batubara sebesar 7,53 juta ton dan lapisan penutup sekitar 135 juta BCM.
Tak hanya itu, PTRO juga mendapatkan kontrak tambahan senilai Rp2,8 triliun dari PT Vale Indonesia Tbk (INCO) untuk pengerjaan tambang di Blok Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Dari sisi kepemilikan, saham PTRO juga mulai dilirik investor institusi. Perusahaan milik Haji Robert, Caraka Reksa Optima, tercatat mengakumulasi saham PTRO senilai Rp450 miliar pada 9 Juli 2025.
Meski secara fundamental PTRO menunjukkan perkembangan yang positif, peluangnya untuk masuk indeks MSCI masih tergolong kecil. Hal ini disebabkan nilai free float yang masih di bawah ambang batas minimum. Meskipun begitu, kinerja operasional dan arus kontrak yang terus bertambah membuat PTRO tetap menarik bagi investor jangka menengah.
4. BRPT
PT Barito Pacific Tbk (BRPT) menerbitkan Obligasi Berkelanjutan IV Tahap I Tahun 2025 dengan nilai maksimum Rp1 triliun. Kupon yang ditawarkan cukup menarik, yakni sebesar 8,75% dan 9,25%. Penerbitan ini merupakan bagian dari rencana penawaran umum berkelanjutan dengan total target dana sebesar Rp3 triliun.
Sebagian besar dana hasil penerbitan, yaitu sekitar Rp700 miliar, akan digunakan untuk melunasi obligasi berkelanjutan sebelumnya yang jatuh tempo. Sementara itu, sekitar Rp277 miliar lainnya akan dialokasikan untuk membayar sebagian utang kepada Bank Negara Indonesia (BNI). Langkah ini menunjukkan fokus BRPT dalam memperkuat struktur keuangan dan menekan beban bunga melalui pelunasan utang.
5. TPIA
PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) tengah menarik perhatian pasar dengan langkah ekspansi besar-besaran. Perusahaan ini menandatangani nota kesepahaman (MoU) senilai US$800 juta bersama Danantara dan Indonesia Investment Authority (INA) untuk mendukung pembangunan pabrik kimia CA-EDC senilai Rp15 triliun. Proyek ini telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) di bawah pemerintahan Presiden Prabowo dan diproyeksikan mampu memproduksi 400.000 ton soda kaustik padat per tahun, atau setara 827.000 ton dalam bentuk cair. Selain itu, TPIA juga menargetkan produksi etilen diklorida sebesar 500.000 ton per tahun.
Tak hanya ekspansi pabrik, TPIA juga mencatat kesuksesan lewat IPO anak usahanya, PT Chandra Daya Investasi (CDIA), yang resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada 9 Juli 2025. IPO CDIA disambut luar biasa oleh pasar, dengan tingkat oversubscribed mencapai 563 kali. CDIA hanya melepas 10% saham atau 12,48 miliar saham dengan harga Rp190 per lembar, namun langsung ditutup Auto Reject Atas (ARA) di hari pertama perdagangan. Dalam sepekan setelah IPO, CDIA terus mencatat antrean beli puluhan juta saham per hari, mencerminkan tingginya minat investor terhadap lini bisnis Grup Chandra Asri.
6. CDIA
PT Chandra Daya Investasi (CDIA), anak usaha dari PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada Rabu, 9 Juli 2025, melalui penawaran umum perdana saham (IPO). Dalam aksi ini, CDIA melepas sebanyak 12,48 miliar saham atau setara dengan 10% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dari IPO ini, perusahaan berhasil meraup dana segar sebesar Rp2,37 triliun.
Setelah IPO, saham CDIA langsung menjadi sorotan investor karena didukung kinerja keuangan yang kuat, tingkat utang yang rendah, serta sentimen positif dari Grup Prajogo Pangestu. Selama volume transaksi tetap tinggi dan tidak ada aksi distribusi besar-besaran, harga saham CDIA diperkirakan masih bisa terus menguat dalam jangka pendek hingga menengah. Namun, investor tetap perlu mewaspadai potensi ambil untung (profit taking) di tengah euforia pasar.
Baca Juga: Take Position Sebelum Terbang, Ini Target Saham CUAN, PTRO, dan BREN!