[Medan | 30 Juli 2025] Pemerintah telah memutuskan memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% untuk pembelian rumah tapak maupun susun hingga harga jual maksimal Rp 5 miliar, khususnya hunian hingga Rp 2 miliar, berlaku penuh sepanjang 2025.
Keputusan ini membuat konsumen pembeli rumah senilai Rp 2–2,5 miliar hanya perlu membayar tambahan pajak sekitar Rp 55 juta saja. Awalnya kebijakan yang tercantum pada PMK-13/2025 hanya berlaku diskon penuh hingga Juni dan kemudian turun menjadi 50% di semester II, namun setelah keputusan rapat koordinasi akhir Juli, diskon tetap sebesar 100% hingga Desember 2025.
Keputusan ini disambut baik oleh berbagai pihak. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa insentif PPN DTP ditujukan untuk mendorong multiplier effect dan menciptakan lapangan kerja yang lebih besar. Ia menegaskan bahwa memperpanjang diskon ini merupakan bagian dari upaya memaksimalkan pertumbuhan ekonomi di paruh kedua 2025.
Pengembang properti melalui Himpera juga memberikan respons positif, yang menilai perpanjangan diskon serta tambahan kuota 350.000 unit FLPP adalah langkah strategis untuk membangkitkan kembali sektor properti yang sempat lesu.
Menurut ekonom dari Core Indonesia, Mohammad Faisal, insentif ini sangat relevan bagi segmen rumah kecil hingga menengah yang kini menjadi pilihan utama masyarakat dengan daya beli terbatas. Penjualan rumah tipe kecil menunjukkan pertumbuhan, sementara segmen menengah atas cenderung menurun, mencerminkan pergeseran preferensi konsumen akibat tekanan ekonomi.
Faisal juga menegaskan bahwa meski insentif ini tidak bisa disetarakan dengan diskon listrik atau subsidi upah yang lebih luas penerimanya, PPN DTP tetap berdampak positif bagi calon pembeli rumah pertama yang belum memiliki hunian.
Sementara itu, analis dari BRI Danareksa melihat sektor properti tetap prospektif meski sempat mengalami pembatalan pembelian di awal Juli saat diskon turun sementara menjadi sebesar 50%. Mereka menilai dampaknya kecil dan prospek jangka menengah tetap positif.
Emiten seperti CTRA, PWON, SMRA, dan BSDE mendapatkan sorotan khusus karena inventori properti bebas PPN yang besar dan diversifikasi lokasi yang strategis. Realisasi pra-penjualan selama semester I-2025 telah mencapai 49% dari target tahunan, didukung potensi penurunan suku bunga acuan BI pada kuartal III–IV tahun 2025.
Sebelumnya, outlook riset dari CGS CIMB dan NH Korindo memproyeksikan pertumbuhan marketing sales tahun 2025 tetap positif, meski lebih moderat dibanding tahun sebelumnya. CGS CIMB misalnya memperkirakan pertumbuhan pre-sales sebesar 3–4% yoy, mempertimbangkan bahwa banyak pembeli mungkin telah melakukan transaksi pada akhir 2024 saat insentif diberlakukan penuh. Namun dukungan kebijakan dan potensi suku bunga rendah tetap menjadi katalis utama bagi saham properti seperti CTRA, SMRA, PWON, sampai BSDE.
Perpanjangan PPN DTP sejatinya bukanlah kebijakan baru karena insentif ini telah diberlakukan sejak 2021. Namun pemerintah memperlihatkan fleksibilitas dan daya adaptasi dengan menambah durasi serta menyesuaikan kuota subsidi lewat FLPP. Dengan kuota yang dinaikkan dari 220.000 menjadi 350.000 unit dan didukung dana sekitar Rp 35,2 triliun, stimulus ini diharapkan meningkatkan realisasi penjualan dan mendorong tumbuhnya sektor padat karya perumahan rakyat.
Secara keseluruhan, kebijakan ini dipandang sebagai angkasa segar bagi sektor properti dengan prospek yang tetap cerah. Perlu dicatat bahwa segmen rumah tapak dan rumah susun di bawah Rp 2 miliar menjadi fokus utama. Meskipun tantangan seperti penurunan daya beli dan pendanaan konsumen masih ada, insentif fiskal ini diharapkan mampu menjembatani gap antara permintaan dan penjualan, sekaligus memperkuat kontribusi sektor properti terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di semester kedua dan akhir 2025.