[Medan | 28 Oktober 2025] Morgan Stanley Capital International (MSCI) tengah mempertimbangkan perubahan metodologi dalam menghitung free float untuk saham emiten Indonesia. Dalam pengumuman pada Senin (27/10), MSCI menyatakan sedang meminta masukan dari pelaku pasar terkait rencana penggunaan Monthly Holding Composition Report (MHCR) yang diterbitkan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai tambahan referensi dalam penghitungan free float.
Selama ini, emiten di Indonesia hanya diwajibkan melaporkan kepemilikan saham di atas 5% kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara data KSEI mencakup pemegang saham di bawah 5%, sehingga metode baru ini berpotensi menghasilkan perhitungan free float yang lebih ketat. MSCI akan menerima masukan hingga 31 Desember 2025, dengan hasil konsultasi diumumkan sebelum 30 Januari 2026. Jika disetujui, perubahan akan diterapkan pada review indeks Mei 2026.
Menurut Fath Aliansyah Budiman, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, rencana ini masih bersifat konsultatif dan belum final. Apabila disetujui baru akan diterapkan di Mei 2026, jadi masih sangat dinamis.
Namun, Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas, menilai wacana ini bisa menurunkan float-adjusted market capitalization Indonesia hingga 13%. Akibatnya, bobot Indonesia dalam MSCI Emerging Markets Index dapat turun dari sekitar 1,4% menjadi 1,2%, yang berpotensi memicu outflow dana pasif hingga US$2 miliar.
Penurunan bobot ini membuat investor global dapat mengalihkan portofolio mereka ke negara lain seperti India dan Korea Selatan. Sentimen tersebut langsung menekan pasar saham domestik — IHSG ditutup turun 1,87% ke 8.117,15 pada Senin (27/10).
Menurut Liza Camelia Suryanata, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, pengumuman MSCI menjadi salah satu penyebab utama pelemahan IHSG hari ini. Ia menilai saham-saham grup Barito Pangestu, seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT), berpotensi terdampak negatif dari kebijakan tersebut.
Hari ini, saham BRPT tercatat turun 9,34%, menambah tekanan pada indeks. Meski demikian, Liza masih melihat potensi IHSG menuju 8.600 di akhir 2025, dengan asumsi aliran dana asing tetap positif.
Harry menambahkan, saham berkapitalisasi besar seperti BBCA, AMMN, BBRI, BMRI, dan TLKM juga akan merasakan dampak paling signifikan jika aturan baru diterapkan. Bagi manajer investasi, hal ini bukan sekadar rebalancing, tetapi penyesuaian struktural bobot Indonesia dalam indeks global yang dapat memengaruhi likuiditas valas dan sentimen pasar jangka pendek.
Prospek Rebalancing MSCI November 2025
MSCI dijadwalkan melakukan rebalancing indeks pada 5 November 2025, dengan implementasi efektif 25 November 2025. Dalam pembaruan kali ini, BREN dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) diperkirakan masuk ke indeks utama, sementara PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) berisiko keluar.
Menurut Fath, peluang BREN untuk masuk kini mengecil setelah munculnya wacana free float ini, sementara PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) masih membutuhkan apresiasi harga yang signifikan agar memenuhi kriteria.
Harry menjelaskan, berdasarkan parameter liquidity dan free-float adjusted market cap (FFMC), BREN dan BRMS memiliki peluang terbesar untuk masuk indeks MSCI Indonesia. BREN kini memiliki FFMC di atas US$3,1 miliar dan rata-rata transaksi harian 12 bulan US$12,9 juta, sementara BRMS mencatat US$22,1 juta.
Sebaliknya, KLBF berpotensi dikeluarkan karena nilai FFMC-nya turun di bawah US$1,2 miliar, tidak lagi memenuhi ambang kelayakan.

