[Medan | 23 Mei 2025] Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa Neraca PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) resmi mendapatkan persetujuan pemegang saham untuk melakukan pembelian kembali saham (buyback) dengan anggaran hingga Rp 4 triliun, sebagaimana ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada Kamis (22/5/2025).
Aksi korporasi ini merupakan kelanjutan dari rencana yang telah diumumkan melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 15 April lalu. Buyback bertujuan untuk memberi fleksibilitas strategis kepada manajemen dalam merespons dinamika pasar dan meningkatkan likuiditas saham AADI di bursa.
Proses pembelian saham akan berlangsung maksimal selama 12 bulan sejak disetujui dalam RUPST, dan seluruh dananya akan berasal dari kas internal perusahaan. Manajemen menegaskan bahwa aksi ini tidak akan mengganggu stabilitas keuangan perusahaan secara keseluruhan.
Selain itu, pemegang saham juga sepakat tidak membagikan dividen final untuk tahun buku 2024, karena AADI telah menyalurkan dividen interim senilai US$2,2 miliar pada Juni 2024—setara dengan 183% dari rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio). Pembagian ini dilakukan sebelum pencatatan saham perdana (IPO) pada 5 Desember 2024, sehingga dividen final tahun buku 2024 ditiadakan.
Ke depan, mengacu pada prospektus IPO, AADI akan menerapkan kebijakan dividen maksimal 45% dari laba bersih konsolidasi mulai tahun buku 2025, dengan mempertimbangkan kinerja keuangan dan kebutuhan investasi.
Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit sebesar US$ 0,8 miliar pada kuartal I-2025, berbalik arah dari posisi surplus sebesar US$ 7,9 miliar di akhir 2024. Penurunan ini mencerminkan perlambatan aktivitas eksternal seiring ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, penyebab utama defisit tersebut adalah kinerja transaksi berjalan yang masih negatif, meskipun menunjukkan perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya.
Pada periode yang sama, transaksi berjalan mengalami defisit sebesar US$ 0,2 miliar (0,1% dari PDB)—lebih baik dibanding defisit kuartal IV-2024 yang mencapai US$ 1,1 miliar (0,3% dari PDB). Sementara itu, transaksi modal dan finansial justru mencatat surplus tinggi sebesar US$ 16,4 miliar, naik signifikan dibanding tahun 2023 sebesar US$ 9,9 miliar, didorong oleh masuknya investasi asing langsung dan portofolio.
Meski NPI mengalami defisit, posisi cadangan devisa Indonesia tetap kuat, yakni US$ 157,1 miliar per akhir Maret 2025, naik dari posisi akhir 2024 sebesar US$ 155,7 miliar. Angka ini setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri, jauh di atas ambang batas kecukupan internasional.